Rabu, 14 Maret 2012

Sistem Tinggi


Oleh : Kuswondo ( 35 08 100 013 )
Teknik Geomatika - ITS
Surabaya

SISTEM TINGGI 

Tinggi adalah jarak vertikal atau jarak tegak lurus dari suatu bidang referensi tertentu terhadap suatu titik sepanjang garis vertikalnya. Untuk suatu wilayah biasa MLR ditentukan sebagai bidang referensi dan perluasannya kedaratan akan disebut dengan datum atau geoid ( Ira Mutiara Anjasmara, 2005 ).

Tinggi Terhadap Bidang Referensi. ( Ira Mutiara Anjasmara, 2005 ).
 
Informasi tinggi yang ada di permukaan bumi ada umumnya dapat didefinisikan menjadi tiga jenis utama tinggi, yaitu :

1.      Tinggi Ellipsoid
2.      Tinggi Dinamis
3.      Tinggi Orthometris
4.      Tinggi Normal

Tinggi Ellipsoid

Tinggi ellipsoid adalah tinggi yang diperoleh tanpa ada hubungannya dengan gravitasi bumi. Sistem tinggi ini digunakan oleh sistem pengamatan yang dilakukan menggunakan GPS. Tinggi ellipsoid adalah jarak garis lurus yang diambil sepanjang bidang ellipsoid normal dari permukaan geometris yang diambil dari referensi ellipsoid ke titik tertentu ( W. E. Featherstone, 2006 ).
Ketinggian titik yang diberikan oleh GPS adalah ketinggian titik di atas permukaan ellipsoid, yaitu ellipsoid WGS (World Geodetic System) 1984 ( Abidin, 2001). Tinggi ellipsoid (h) tersebut tidak sama dengan tinggi orthometrik (H) yang umum digunakan untuk keperluan praktis sehari-hari yang biasanya diperoleh dari pengukuran sipat datar (levelling). Tinggi orthometrik suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas geoid diukur sepanjang garis gaya berat yang melalui titik tersebut, sedangkan tinggi ellipsoid suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas ellipsoid dihitung sepanjang garis normal ellipsoid yang melalui titik tersebut.

Tinggi ellipsoid h : Jarak garis lurus yang diambil sepanjang bidang ellipsoid normal ke titik tertentu Q0ell  diatas permukaan bumi yang memiliki referensi ellipsoid ke titik tertentu ( p ). ( W. E. Featherstone, 2006 ).
 
Tinggi Dinamis

Sistem tinggi dinamik memiliki hubungan yang sangat kuat dengan sistem geopotensial, sistem ini pernah dikembangkan oleh Helmert ( 1884 ). Pada tinggi dinamis, gaya berat rata – rata diambil suatu harga berat normal standar bagi daerah yang bersangkutan, yaitu harga gaya berat normal yang dekat dengan nilai harga gaya berat rata –rata di daerah itu. Untuk tinggi dinamis global, biasanya diambil harga gaya berat normal pada lintang 45o . Untuk Indonesia bisa ditentukan harga gaya berat normal di ekuator dengan sistem referensi GRS – 1967 yaitu : 978.032 gal. ( Irawan Syafri , 1990 ).
Nulai geopetensial didefinisikan sebagai nilai konstanta. Tinggi dinamis menyerap karakter yang sama, hal yang membedakannya adalah tinggi dinamis memiliki dimensi jarak. Dengan kata lain tinggi dinamis tidak memiliki nilai geografis, melainkan hanya memiliki nilai kuantitas fisik bumi ( Physical Quantity ). ( Heiskanen and Moritz, 1967; Jakeli, 2000 ).

 Tinggi Ortometris
Tinggi ortometris suatu titik adalah jarak geometris yang diukur sepanjang unting – unting ( Plumb Line ) antara geoid ke titik tersebut ( Irawan Syafri , 1990 ). Tinggi ortometris ini merupakan tinggi yang umumnya dimengerti dan paling banyak digunakan. Lain halnya dengan tinggi dinamis, tinggi ortometrik ini memiliki nilai geometris. Permukaan geoid referensi sangat unik hal ini dikarenakan satu bidang equipotensial yang merupakan bidang yang memiliki nilai gravitasi tunggal sama dengan permukaan laut di lautan terbuka. Dalam praktis nya tinggi ortometrik sangat sulit direalisasikan, karena untuk merealisasikannya hal yang perlu diketahui adalah arah tegak lurus dari percepatan gravitasi terhadap permukaan disemua titik yang berada sepanjang jarak tersebut.

Ilustrasi tinggi ortometrik. ( W. E. Featherstone, 2006 ).
 
Apabila dilakukan pengukuran beda tinggi dengan menggunakan sipat datar terhadap dua titik atau lebih maka akan didapatkan beda tingginya antar titik tersebut. Untuk merubah beda tinggi tersebut untuk menjadi tinggi ortometris harus dilakukan koreksi ortometris terlebih dahulu, tetapi apabila pengukuran dilakukan di daerah yang sempit dimana diasumsikan bahwa bidang nivo di tiap titik saling sejajar maka koreksi ortometrik bisa diabaikan. Dengan kata lain, koreksi ortometrik diberlakukan untuk pengukuran dengan cakupan wilayah yang luas dimana besar gaya gravitasinya sudah berbeda di tiap titik nya.
Untuk mendapatkan tinggi orthometrik dari tinggi ellipsoid diperlukan data tambahanlain yaitu undulasi geoid (N), dengan adanya undulasi maka tinggi orthometrik dapatdihitung dari tinggi ellipsoid dengan Persamaan H = h - N (ketinggian orthometrik adalahselisih antara ketinggian elipsoid dengan undulasi geoid). Ada beberapa metoda untuk mendapatkan harga undulasi geoid diantaranya metodageometrik dan metoda gravimetrik. Pada metoda geometrik undulasi geoid dihitung darikombinasi data ketinggian posisi satelit dengan ketinggian dan pengukuran sipat datar (levelling).
Tinggi orthometrik suatu titik dipermukaan bumi dapat didefinisikan sebagai jarak geometrik antara titik tersebut dipermukaan bumi dengan titik pasangannya di permukaan geoid dan diukur sepanjang garis untung – unting ( Plumbline ).
Tinggi Normal
Tinggi notmal pada awalnya dihitung untuk menghindari masalah dalam menentukan nilai rata – rata integral gravitasi pada gravitasi aktual sepanjang garis untung unting ( Plumbline ). Pemodelan pertama kali di perkenalkan oleh Molodensky pada tahun 1945. Yang membedakan tinggi normal dengan tinggi ortometrik adalah untuk mencegah terjadinya hipotesis untuk menentukan medan gravitasi pada topografi. 

Tinggi Normal. ( W. E. Featherstone, 2006 ).
 
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H.Z., Andreas, H., Maulana, D., Hendrasto, M,. Gamal, M., Suganda, O.K. 2004. Penentuan Tinggi Ortometrik Gunung Semeru Berdasarkan Data Survey GPS Dan Model Geoid EGM 1996. PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 36A, No. 2, 2004, 145-                             157.
Abidin, H.Z., Sutisna, S., Padmasari, T., Kahar. J., Villanueva. K.j., 2005. Geodetic Datum Of Indonesia Maritime Boundaries : Status And Problems. Cairo, Egypt, April 16-21.
Badan Standarisasi Nasional. 2004. Jaring Kontrol Vertikal Dengan Menggunakan Sipat Datar. Pusat Sistem Jaringan Dan Standarisasi Nasional. Badan Koordinasi Survey Dan Pemetaan Nasional ( BAKOSURTANAL ). Bogor.
Featherstone. W.E., dan Khun. M. 2006. Height Systems And Vertical Datums : A Review In The Australian Context.
Firmansyah, R.L., 2007. Penyatuan Datum Vertikal Dalam Kaitannya Dengan Pekerjaan Pemasangan Pipa Transmisi Gas Bawah Laut Jawa-Sumatra. Program Studi Teknik Geodesy dan Geomatika. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Fitri, Listiyo., dan Leni, Heliani, S,. 2008. Evaluasi Model Geoid Di Pulau Jawa. Media Teknik No. 4 Tahun XXX Edisi Nopember 2008 ISSN 0216-3012.
Gaol, L.K. 2007. Sistem Geodetik Global 1984 ( WGS 84 )dalam Menentukan Gravitasi Normal ( Gn ). Prosiding Seminar Geoteknologi Kontribusi Ilmu Kebumian Dalam Pembangunan Berkelanjutan Bandung 3 Desember 2007 ISBN : 978-979-799-255-5. Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. Bandung.
Grant, D.B., dan Blick, G.H. 2004. A National Vertical Datum Independent A Local Mean Sea Level ?. Wellington. New Zaeland.
Lestariya, Amin, W., dan Ramdani D. 2006. Analisa Komparatif Penentuan Tinggi Dengan GPS dan Sipat Datar. Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No. 1 Agustus.
Rachmayanti, Ida , A., Yuwono, Guruh Danar. 2007. Penentuan HWS ( Height Water Spring ) Dengan Menggunakan Komponen Pasut Untuk Penentuan Elevasi Dermaga. Program Studi Teknik Geomatika ITS – Sukolilo. Surabaya.
Syafri, Irawan., dan Wuriyati, A. 1990. Kondisi Datum Ketinggian Wilayah Sungai Di Pulau Jawa. Bul. Pusair.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar